Kamis, 20 Agustus 2009

Klasifikasi Bencana 2

Dalam tulisan saya Klasifikasi Bencana yang pertama membahas tentang bencana berdasarkan pada faktor penyebabnya. Kali ini saya akan membahas Klasifikasi Bencana berdasarkan urutan/ rangkaian peristiwanya.


Klasifikasi bencana
berdasarkan rangkaian peristiwanya adalah Bencana primer, sekunder, tersier dan kuarter. Dalam peristiwa bencana yang sesungguhnya bisa saja peristiwanya hanya bencana primer saja atau bisa berurutan hingga bencana tersier.

Definisi secara umum dari masing-masing kategori bencana yaitu:

  1. Bencana Primer adalah bencana yang murni disebabkan oleh faktor alam
  2. Bencana Sekunder adalah bencana yang terjadi karena kegagalan manusia dalam usahanya untuk mengendalikan, mengelola dan/ atau merekayasa alam.
  3. Bencana Tersier adalah bencana lanjutan yang diakibatkan oleh bencana sekunder
  4. Bencana Kuarter adalah bencana lanjutan yang diakibatkan oleh bencana tersier
Untuk lebih jelasnya mari kita ikuti contoh rangkaian peristiwa berikut ini.

  • Kota A berada di daerah perbukitan kapur yang kering dan selalu kekurangan air di musim kemarau. Kondisi ini banyak menyengsarakan masyarakat dan menimbulkan kerugian waktu dan biaya. Misalnya mereka harus mencari sumber air yang jauh atau menunggu pasokan air dari kota lain. Ternak banyak yang mati karena tidak tersedia makanan dan air yang cukup. Peristiwa ini sudah bisa dikategorikan sebagai bencana primer.
  • Untuk mengatasi kondisi diatas ada usaha dari pemerintah untuk membangun waduk di daerah hulu sungai yang akan menampung debit air pada musim hujan dan digunakan sebagai cadangan pada musim kemarau. Setelah waduk jadi maka kesejahteraan masyarakat meningkat dan waduk menjadi satu-satunya sarana penunjang kehidupan di musim kemarau. Karena kelalaian petugas atau buruknya upaya operasional dan pemeliharaan bangunan waduk maka pada saat curah hujan sangat tinggi terjadi over topping pada tanggul bendungan sehingga terjadi keruntuhan bendungan. Bencana ini menimbulkan koran jiwa dan harta benda sebanyak 3 kecamatan yang terletak di daerah hilir sungai dan juga menyebabkan putusnya jembatan utama di kota tersebut. Peristiwa ini disebut sebagai bencana sekunder.
  • Kecamatan D dan sekitarnya adalah daerah di lereng bukit yang jauh dari kota A dan akses jalan satu-satunya menuju kota adalah melalui jembatan yang putus akibat keruntuhan bendungan. Pascabencana putusnya jembatan, kecamatan D mengalami kekurangan pasokan makanan, bahan bakar, masyarakat kehilangan akses dan mobilitas menuju kota A, kehilangan mata pencaharian dll. sehingga sebelum dibangunnya jembatan darurat dan jembatan baru masyarakat di kecamatan D banyak yang mengalami musibah kelaparan, terserang penyakit dan kerugian yang lain. Peristiwa ini disebut bencana Tersier.
  • Karena kecamatan D dan sekitarnya belum juga menerima bantuan yang layak, kekurangan pangan dan layanan kesehatan serta kerugian yang lain maka terjadilah kekacauan sosial. Pencurian dan gangguan keamanan meningkat akibat daerah terisolasi. Peristiwa ini disebut bencana Kuarter.
Contoh lain sangat banyak dari rangkaian bencana, seperti gunung api, kegagalan panen, Meninggalnya seorang pemimpin dll.
Dari klasifikasi di atas maka kita menjadi bisa menilai suatu bencana termasuk dalam kategori bencana apa dan mengapa bisa terjadi. Suatu peristiwa yang kelihatannya merupakan bencana alam (primer) bisa jadi merupakan bencana akibat kesalahan manusia (sekunder) atau bencana ikutan lainnya (tersier atau kuarter).

Lanjut baca ya.......

Selasa, 04 Agustus 2009

Klasifikasi Bencana

Berdasarkan penyebab terjadinya maka bencana dapat digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu bencana karena faktor alam dan bencana yang disebabkan oleh ulah manusia. Bencana yang disebabkan oleh faktor alam misalnya gempa bumi, tsunami, gunung meletus. Bencana yang disebabkan oleh faktor alam biasa disebut Bencana Alam.

Sedangkan bencana akibat dari ulah manusia misalnya kegagalan bangunan (tanggul jebol, jembatan/ gedung runtuh dll), teror bom, kerusuhan sosial, perang dll

Namun disamping contoh diatas, ada bencana yang merupakan kombinasi dari faktor alam dan ulah manusia.


Contoh dari bencana akibat faktor alam dan ulah manusia diantaranya adalah:
1. Banjir
Karena faktor alam: banjir terjadi karena tingkat curah hujan yang tinggi di daerah hulu sungai sehingga daya tampung sungai tidak mencukupi dan terjadi luapan di daerah bantaran sungai dan daerah hilir.
Karena ulah manusia: banjir terjadi karena penggundulan hutan sehingga terjadi peningkatan erosi permukaan tanah dan ketika terjadi hujan maka kemampuan tanah dalam menyerap air hujan menjadi berkurang/ hilang. Aliran air permukaan meningkat yang pada akhirnya semuanya mengalir menuju sungai yang kapasitasnya terbatas. Terjadilah banjir. Kasus lain adalah banjir di area permukiman padat penduduk atau perkotaan dimana saluran drainase tidak dibangun dengan baik.

2. Tanah longsor
Karena faktor alam: terjadi pelapukan batuan yang disebabkan oleh perubahan suhu oleh panas matahari dan hujan yang silih berganti sepanjang tahun, juga pelapukan karena aktifitas magma di dalam perut gunung berapi. Pelapukan batuan mengakibatkan lapisan tanah semakin menebal dari waktu ke waktu. Apabila penambahan ketebalan lapisan tanah tersebut terjadi pada lereng maka daya dukung lereng menjadi berkurang sehingga kestabilannya berkurang. Lereng yang kurang stabil apabila terjadi peningkatan kejenuhan air pada saat hujan ditambah dengan pembebanan di atas permukaan lereng maka akan mudah terjadi longsor.
Karena ulah manusia: Lereng atau tebing dapat terjadi longsor oleh kegiatan manusia seperti pengeprasan (cutting), pembangunan perumahan dan jalan, penambangan dll. yang semuanya dapat mengganggu kestabilan lereng.

3. Masih banyak contoh bencana dari kombinasi antara faktor alam dan ulah manusia yang dapat kita temui seperti kekeringan, kelaparan dll.

Dalam bencana kombinasi di atas penyebabnya bisa salah satu faktor misalnya alam saja atau ulah manusia saja tapi yang sering terjadi adalah akibat kedua faktor secara bersama-sama.

Lanjut baca ya.......

Jumat, 03 Juli 2009

BANJIR LAHAR; BENCANA ATAU BERKAH?

Banjir lahar dingin merupakan suatu peristiwa alam yang disebabkan oleh jenuhnya endapan-endapan vulkanik hasil dari erupsi gunung api oleh air hujan sehingga membentuk aliran debris menuruni lereng hingga jauh ke dataran rendah. Apabila sepanjang alur sungai tidak dilakukan penanganan terhadap penanggulangan banjir lahar seperti dibangunnya sabo dam dan bangunan pendukungnya maka aliran lahar dingin dapat mengakibatkan bencana alam dengan tingkat kerusakan yang sangat tinggi terhadap badan sungai, bangunan-bangunan disekitar sungai dan dataran rendah di daerah hilir sungai. Bahkan dalam banyak kasus peristiwa banjir lahar yang tidak terprediksi dapat menimbulkan korban jiwa yang cukup besar.



MANAJEMEN PENAMBANGAN PASIR

Pasca banjir lahar maka terjadilah penimbunan material pasir dan batuan vulkanik di sepanjang alur sungai. Meskipun pada awal kedatangannya cenderung merusak tapi di sisi lain kedatangan material tersebut sangat dinanti-nantikan oleh masyarakat disekitar daerah aliran sungai sebagai sebuah berkah dimana kegiatan penambangan pasir maupun batu dapat dilakukan.

Dengan dimulainya penambangan pasir dan batu di sekitar sungai oleh masyarakat sekitar daerah aliran sungai maka diperlukan adanya pengaturan-pengaturan penambangan sehingga tidak menimbulkan masalah-masalah yang tidak diinginkan seperti perebutan area penambangan, masalah perijinan dan masalah kerusakan lingkungan.

Perlunya aturan penambangan

Dalam kegiatan penambangan pasir dan batu maka secara langsung maupun tidak langsung akan terjadi interaksi antara 3 (tiga) komponen masyarakat yaitu masyarakat sekitar area tambang, pemerintah daerah dan organisasi kemasyarakatan yang bergerak di bidang usaha pertambangan pasir.

Ketiga komponen diatas harus saling bekerjasama untuk membentuk system penambangan yang saling menguntungkan. Masyarakat memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengelola dan membuat tata cara penambangan dengan membentuk aturan resmi atau peraturan daerah dan disisi lain pemerintah daerah berkewajiban memberikan pengayoman/ perlindungan.

Hubungan antara pemerintah daerah dengan organisasi kemasyarakatan yaitu pemerintah daerah mengadakan perijinan resmi kepada organisasi kemasyarakatan untuk melakukan penambangan dengan aturan tertentu sedangkan organisasi kemasyarakatan berkewajiban membayar pajak serta menjaga kelestarian lingkungan dengan mengikuti aturan penambangan yang berwawasan lingkungan.

Hubungan antara organisasi kemasyarakatan (penambang) dengan masyarakat sekitar yaitu penambang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menjadi pekerja tambang dan sebagai timbal baliknya ada tarif atau biaya yang harus dibayar penambang kepada masyarakat.

Apabila ketiga hubungan tersebut dapat berjalan harmonis dan mengikuti aturan penambangan yang telah ditetapkan maka kegiatan penambangan pasir dan batu akan dapat saling menguntungkan semua pihak dan juga lingkungan.


Permasalahan yang timbul seputar penambangan pasir

Meskipun secara teori ketiga hubungan antara masyarakat, pemerintah daerah dan penambang bisa berjalan harmonis tapi dalam praktek di lapangan hal tersebut bisa menjadi sangat rumit dan rawan masalah.

Masalah yang sering timbul adalah masih ada penambang liar yang tidak memiliki ijin, pelanggaran aturan penambangan, kurang tegasnya sanksi yang diberikan bagi pelanggar, kerusakan lingkungan dan bangunan penahan aliran sedimen akibat penambangan yang menyalahi aturan, penyelewengan pembayaran pajak dll.

Untuk mengatasi masalah di atas tidak selalu mudah karena biasanya kondisi tersebut menjadi komplek dan ada konflik-konflik kepentingan dari ketiga komponen masyarakat. Di dalam masyarakat biasanya masih kurang adanya kesadaran terhadap kelangsungan pelestarian lingkungan disekitar tambang termasuk lahan perladangan dan permukiman mereka sehingga kegiatan penambangan pada area milik warga tersebut justru berujung pada kerusakan lingkungan karena tidak adanya batas penambangan pasir yang baku yang ditetapkan sehingga penambang semaunya sendiri melakukan kegiatan penambangan.

Masalah selanjutnya adalah masih saja ada penambang liar yang tidak memiliki ijin. Dan juga penambang berijin tapi aktifitas penambangannya melanggar aturan. Misalnya mereka melakukan penambangan di sekitar pondasi bangunan sabo sehingga mengganggu kestabilan bangunan. Pengeprasan lereng dan penggalian kebawah yang melanggar batas kedalaman sehingga menurunkan muka air tanah. Pada kasus ini dibutuhkan tindakan atau sanksi tegas oleh aparat keamanan, masyarakat sendiri maupun pemerintah daerah berupa penghentian kegiatan penambangan liar dan pencabutan ijin penambangan.

Masalah yang paling sering diabaikan adalah kerusakan lingkungan. Apabila aturan penambangan yang sudah ditetapkan tidak dilaksanakan dengan baik maka lingkungan akan menjadi korbannya. Bangunan pengendali aliran sedimen tidak sesuai lagi dengan fungsinya, dasar sungai mengalami degradasi yang menyebabkan penurunan muka air tanah, tebing sungai rawan longsor yang berakibat pada berkurangya lahan perladangan dan permukiman warga, tanah menjadi kekurangan air, tanaman mati, ternak kelaparan dan akhirnya terancamnya ekosistem dan eksistensi kehidupan disekitar daerah penambangan.

Apabila kerusakan lingkungan sudah mengancam eksistensi kehidupan maka akan timbul dampak lanjutan yaitu kelaparan dan konflik social di mana masing-masing komponen masyarakat akan saling menyalahkan dan merasa tidak bertanggung jawab.

Maka untuk menghindari atau setidaknya meminimalkan bahaya kerusakan lingkungan yang belakangan ini sudah terjadi di areal penambangan pasir maka perlu dilakukan langkah-langkah persuasif maupun sanksi tegas oleh penegak hokum. Dan yang tak kalah penting adalah meningkatkan kesadaran ketiga komponen masyarakat untuk bersama melakukan aktifitas penambangan pasir dan batu yang berwawasan lingkungan.

Lanjut baca ya.......

Selasa, 26 Mei 2009

Pengaruh musim hujan panjang


Saat ini di beberapa daerah sedang dihadapkan pada musim hujan yang panjang. Apabila kita melihat siklus musim di daerah tropis khususnya Indonesia, dalam kondisi normal musim hujan jatuh pada bulan Oktober - April dan musim kemarau terjadi pada bulan April - Oktober.

Pada bulan April terjadi pergantian musim dari musim hujan menuju musim kemarau. Pergantian ini ditandai dengan pola rentang hari tidak hujan yang semakin panjang, angin berhembus lebih kencang. Sedang pada bulan Oktober adalah sebaliknya.

Siklus tersebut bisa saja bergeser satu atau bahkan dua bulan sehingga jumlah bulan pada musim hujan atau musim kemarau menjadi lebih panjang atau pendek.


Sekarang kita telah menginjak bulan Mei akhir dan karena masih seringnya terjadi hujan yang cukup deras maka masih belum bisa dipastikan apakah musim hujan akan segera berakhir. Memang beberapa daerah di Indonesia sudah ada yang memasuki musim kemarau. Lalu apakah dampak bagi daerah yang mengalami musim hujan lebih panjang?

Bisa berdampak positif dan negatif
Dampak positif :
  • bagi daerah yang sering mengalami kekeringan maka dengan adanya musim hujan yang lebih panjang persediaan air menjadi lebih banyak dan masa tanam bagi kebun lebih panjang. Suplai air di daerah tangkapan air seperti waduk, embung dan danau akan lebih banyak sebagai persediaan untuk pertanian dan air minum di musim kemarau.

Dampak negatif:
  • Bagi daerah perkotaan, bahaya banjir masih terus mengancam, karena pada masa-masa seperti sekarang ini justru siklus hujan lebih sulit untuk diprediksi. Kadang hujan lebat datang secara mendadak dalam durasi yang pendek tapi berakibat rawan banjir.
  • Bagi daerah pertanian seperti persawahan yang mempunyai siklus tanam padi 3 (tiga) bulanan, maka pada akhir Mei sampai pertengahan Juni akan memasuki masa panen kedua. Apabila masih terjadi hujan maka musim panen akan banyak menghadapi masalah, seperti tanah persawahan yang masih basah bahkan ada yang masih tergenang air, penjemuran padi yang sulit dilakukan di tempat terbuka karena hujan cenderung tidak bisa diprediksi. Untuk daerah persawahan yang rawan genangan air akibat luapan sungai juga terancam gagal panen, karena dengan adanya hujan lebat bisa memicu banjir dan sungai meluap menggenangi areal persawahan. Padi akan menjadi rusak sebelum dipanen.
  • Dari segi kesehatan pergantian musim yang mengalami pergeseran memicu adaptasi fisik terhadap musim juga bergeser. Karena pada dasarnya perpanjangan musim hujan ini bukanlah musim hujan yang sesungguhnya atau dengan kata lain pergantian musim yang lebih panjang dari biasanya maka memaksa tubuh kita untuk beradaptasi terhadap perubahan ekstrim cuaca dan bisa menimbulkan penurunan daya tahan tubuh yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan.

Jadi pada akhirnya dengan adanya pergantian musim yang lebih panjang kali ini maka kita perlu melakukan tindakan pencegahan dini terhadap kemungkinan dampak negatif yang bisa menimpa kita dan lingkungan di sekitar kita.

Yang terakhir apabila ternyata kondisi alam yang seperti ini sampai menimbulkan kerugian fisik dan materi bukankah ini bisa dikategorikan sebagai bencana alam.
Lanjut baca ya.......

Rabu, 13 Mei 2009

Sungai masa kecilku

Minggu yang lalu aku punya kesempatan libur 1 minggu dan mengunjungi kampung halamanku. Menyusuri kampung2 di lereng gunung Wilis dengan udara yang sejuk, serasa kembali ke masa kecilku dulu, tiap hari bermain di terasering sawah, berlarian main layangan lalu mandi di sungai yang jernih dengan batu-batu hitamnya yang besar.

Setelah mampir ke rumah orang tua lalu aku melihat-lihat sungai yang penuh kenangan tersebut. Jauh juga sih, sekitar 1 km dari rumah. Dulu jarak segitu tak terasa karena banyak temannya. Sepeda motor ku parkir di tepi jembatan lalu aku menuruni tebing menuju sungai.
Namun aku kecewa, karena bayanganku akan keindahan dan kejernihan sungai itu hilang sudah. Air yang dulu selalu mengalir jernih sekarang menjadi keruh dan kotor oleh plastik-plastik. Dulu kami sering ningkring diatas batu yang ukurannya sebesar truk ditengah sungai sambil sesekali memperhatikan udang-udang berlarian di balik batu. Sekarang batu-batu itu penuh lumut dan sampah yang tersangkut. Sedih rasanya melihat kenyataan berlalu hampir 20 tahun dan semuanya berubah. Bukan membaik tapi malah memburuk.

Akupun kembali naik ke jembatan dan berusaha melupakan kenangan indah itu. Setelah mengambil foto sekenannya akupun meluncur ketempat lain dimana aku pernah melalui masa kanak-kanakku, ya ke persawahan sambil menikmati indahnya gunung Wilis dari kejauhan.

Duduk diatas sepeda motor sambil merasakan hembusan angin, damaiiiii dan indaaah.

Namum ada rasa penasaran yang dulu sering terbersit dalam benakku saat mandi di sungai, mengapa batu-batu sebesar mobil itu bisa berada di sungai?, dari mana datangnya?Sekarang aku punya jawabannya.

Ada dua kemungkinan asal muasal batu-batu tersebut yaitu:

hasil dari aliran lahar letusan gunung Wilis, yang memang sesuai karakter aliran lahar bisa mengalir hingga puluhan kilometer menuruni lereng dan menuju hilir sungai. Itu artinya bahwa gunung Wilis entah tahun berapa merupakan gunung api aktif yang pernah meletus.

pada lereng gunung Wilis pernah terjadi longsoran skala besar dan material longsoran termasuk didalamnya batu-batu besar tersebut mengalir akibat jenuh oleh air hujan dan menjadi aliran debris.

Kedua kemungkinan di atas bisa diterima. Pada alternatif pertama, gunung Wilis memang dikategorikan sebagai tidur dan bukti adanya aktifitas magma masih terlihat seperti adanya sumber air panas, keluarnya gas panas dari dasar danau Ngebel (dilereng gunung Wilis) pada saat-saat tertentu yang membunuh ikan-ikan di dalamnya.
Artinya karena masih ada aktifitas magma aka ada kemungkinan entah kapan gunung Wilis bisa meletus lagi apabila aktifitas magma meningkat. Kondisi tersebut pernah terjadi pada gunung Pinatubo di Philipina.

Sedangkan alternatif kedua bila itu benar pasti longsor yang terjadi dalam skala amat besar sehingga material bisa mengalir hingga hampir 30 km dari gunung Wilis ke desaku dan di bawahnya.

Cuma dokumen maupun data peristiwa tersebut belum pernah saya ketahui dan ada atau tidak.
Lanjut baca ya.......

Selasa, 05 Mei 2009

Pilih Banjir atau Longsor dulu?















Indonesia dianugerahi oleh Tuhan kawasan pegunungan dengan hutan yang tersebar di seluruh pelosok negeri. Hamparan hijau begitu indah dipandang. Apalagi jika musim hujan tiba, setiap sudut kosong tanah disekitar kita akan ditumbuhi rumput dan semak-semak yang begitu cepat berkembang. Gambaran keindahan itu masih jelas terlihat pada masa kecilku dulu sekitar tahun 1980 an.

Apakah gambaran itu masih ada hingga sekarang? Jika kita pergi ke daerah pedesaan mungkin masih, tapi akan sangat sulit menjumpai lagi di daerah perkotaan. Karena semakpun tak punya hak untuk hidup di sana, apalagi hutan.
Bagaimana dengan nasib pegunungan kita? Beberapa masih tampak alami dengan hutan tropis yang lebat. Namun sebagian besar mempunyai nasib yang sangat memprihatinkan. Gundul, gersang dan tak bertuan. Sedangkan gunung dengan hutan yang masih lebat pun banyak yang mengalami longsor. Hasil akhirnya juga sama yaitu kerusakan alam.
Mungkin uraian di atas bukan lagi sebuah isu yang perlu kita renungkan karena sudah ratusan bahkan ribuan kali kita dengar dan alami tanpa ada penyelesaian. Apakah masih ada sedikit kepedulian dari kita? Jika ya, mungkin uraian saya berikut ini bisa sedikit memberi gambaran mengapa hal itu bisa terjadi, dan mengapa bencana banjir dan tanah longsor terus melanda seakan tak pernah berhenti.

Fenomena Banjir
Kejadian banjir di sini saya hanya membahas asal muasal dari daerah hulu sungai dan tidak membahas tentang masalah di perkotaan yang tak kalah rumitnya.
Dalam siklus hidrologi dimana kondisi alam ideal, maka air hujan yang jatuh di daerah hulu sungai akan
terjadi tiga hal yaitu:

  • air akan langsung mengalir di permukaan tanah dan masuk ke sungai,
  • air akan tertahan oleh tumbuhan lalu sebagian meresap kedalam tanah dan sebagian ada yang mengalir di permukaan dan ada yang menguap kembali
  • air yang meresap ke dalam tanah menjadi aliran air tanah.

Bagaimana jika kondisi alam menjadi tidak ideal, misalnya tumbuhan menjadi sedikit?
  1. Aliran permukaan akan menjadi lebih besar, mengakibatkan erosi tanah yang akan mengalir bersama-sama menuju sungai. Terjadilah pendangkalan sungai.
  2. Air yang meresap kedalam tanah semakin sedikit karena tak ada tumbuhan sebagai penahan air hujan dan tanah mengalami erosi. Maka persediaan air tanah semakin menipis.
  3. Apabila curah hujan sangat tinggi maka aliran permukaan bersama-sama sedimen akan mengalir deras menuju hilir sungai dan meluap di daerah sekitarnya. Terjadilah banjir.
Jadi secara garis besar salah satu penyebab terjadinya banjir di daerah dataran rendah baik itu perkotaan maupun dataran rendah lain adalah adanya penggundulan hutan di daerah hulu sungai. Penyebab lainnya adalah buruknya sistem drainase, berkurangnya daerah resapan air karena adanya permukiman dan lain-lainnya.


Fenomena Longsor
Seperti telah saya singgung pada definisi longsor dan gerakan tanah pada postingan terdahulu, ada beberapa faktor pemicu terjadinya longsor. Apabila kita berbicara masalah longsor maka perhatian kita adalah pada kondisi lereng. Apakah lereng yang gundul menyebabkan longsor? Bagaimana dengan lereng dengan vegetasi yang lebat? Jawabannya adalah longsor tidak ada hubungan langsung dengan vegetasi diatasnya, baik gundul maupun lebat.
Penyebab utama terjadinya longsoran adalah terganggunya kestabilan lereng. Gangguan tersebut bisa secara alami maupun akibat ulah manusia.
Penyebab alami adalah:
  1. peningkatan ketebalan lapisan tanah akibat pelapukan batuan di bawah lapisan tanah akibat adanya aktifitas gunung api. Begini penjelasannya: Pada mulanya lereng mempunyai lapisan tanah yang tipis (ideal) sehingga lereng stabil meskipun ditumbuhi vegetasi yang lebat. Karena adanya aktifitas magma di dalam perut bumi, maka panas yang dihasilkan merambat kelapisan batuan disekitarnya dan terjadinya pelapukan pada lapisan batuan yang paling luar, menjadi tanah dan akhirnya lereng menjadi tidak stabil karena lapisan tanah akan membebani lereng dan cenderung akan longsor meskipun permukaannya berupa hutan.
  2. gempa bumi
  3. Arus sungai yang sangat deras pada saat hujan, mengakibatkan tebing sungai yang merupakan kaki lereng menjadi tergerus.
  4. resapan air hujan pada lereng dan tertahan oleh lapisan batuan kedap air di bawah lapisan tanah pada lereng sehingga tanah menjadi tidak stabil karena jenuh air.
Sedangkan penyebab karena aktifitas manusia adalah:
  1. Pembebanan lereng karena pembangunan pemukiman dan bangunan lainnya
  2. pemotongan kaki lereng untuk pembangunan rumah, jalan dan bangunan lain tanpa melakukan perkuatan tebing pasca pemotongan. Misalnya dengan dinding penahan tanah, turap, dll
  3. penambangan liar material di dasar sungai yang merupakan kaki lereng. Dengan penurunan elevasi dasar sungai maka lereng menjadi tidak stabil. Dan longsor.
Mungkin masih banyak penyebab lain yang belum saya sebutkan.

Menjaga bukit atau hutan?
Selain faktor alam sebagai penyebab banjir dan longsor yang memang tidak bisa dihindari, maka ada beberapa dilema yang terjadi dalam usaha menyelamatkan kawasan perbukitan dan hutan di daerah hulu.
Untuk menghindari banjir maka syaratnya daerah resapan air harus sebanyak-banyaknya. Dengan hutan yang lebat maka usaha penanggulangan banjir sangat mungkin dilakukan. Namun pada lereng yang tidak stabil maka keberadaan hutan dengan daya resap tinggi justru merupakan bencana karena rentan terhadap longsor.
Jadi kita harus mengetahui titik rawan suatu kawasan dan memberikan prioritas tindakan yaitu menyelamatkan bukit atau hutan. Mencegah longsor atau banjir.
Cara paling mudah yaitu membiarkan alam seperti apa adanya tanpa mengusiknya. Tapi itu nyaris tidak mungkin, toh kenyataanya kondisi alam kita sudah begitu menyedihkan.
Jadi menurut pembaca semua sejauh yang bisa kita lakukan, apa kira-kira tindakan kita untuk mengurangi faktor pemicu terjadinya banjir dan longsor di negeri kita tercinta ini, sehingga bencana akan berkurang di masa yang akan datang?
Lanjut baca ya.......

Minggu, 26 April 2009

Knowing - film tentang kiamat?


Nonton film "knowing" setelah seminggu menjalani ujian akhir trimester II merupakan moment yang tepat. Meskipun semuanya tak direncanakan. Aku hanya berpikir, pokoknya jumat sehabis ujian langsung nonton apapun filmnya. Eh, ternyata ada film yang ceritanya merupakan jenis film favoritku. Belum nonton sudah seneng duluan.


Langsung ke filmnya aja, ya...
Garis besar ceritanya adalah begini. Pada tahun 1959 disebuah SD di Massachusetts dilakukan penguburan kapsul waktu yang didalamnya berisi amplop yang memuat gambar tentang bayangan 50 tahun ke depan dari murid SD tersebut. Namun Lucinda Embry yang merupakan murid paling menyedihkan kondisinya, mendengar suara-suara aneh sepanjang hari itu dan menuliskannya ke dalam kertas yang ternyata berisi angka-angka acak yang aneh.


Singkat cerita pada tahun 2009, saatnya untuk membuka kapsul waktu dan murid-murid SD tersebut (masa kini) berebut untuk mendapatkan satu amplop. Dan Caleb anak dari profesor John Koestler yang kebagian amplop dari Lucinda yang berisi tulisan tersebut.

Secara kebetulan juga John mencurigai tulisan acak tersebut dan menulis ulang di white board dan berkat batuan google, ia menemukan misteri angka-angka itu yang merupakan rangkaian dari tanggal kejadian bencana, jumlah korban dan lokasi bencana yang merupakan letak astronomis berupa garis lintang dan bujurnya.

Semua kejadian bencana itu sudah terjadi dalam masa lima puluh tahun tersebut hanya tinggal 3 bencana yang salah satunya adalah badai matahari yang akan menghancurkan separuh permukaan bumi yang pada saat kejadian langsung berhadapan dengan matahari.

Pesan tentang ketidakberdayaan
Seberapapun usaha John untuk mengantisipasi 3 bencana tersisa, ia tak bisa melawan takdir dan peristiwa itu tetap terjadi dengan korban yang sama persis denga yang dituliskan. Hingga akhir cerita bahwa "kiamat" itu benar-benar terjadi membakar seluruh permukaan bumi dan hanya orang-orang yang terpilih saja yang diselamatkan dan akan menjalani kehidupan dari awal lagi.

Siapa orang yang terpilih itu?

Meskipun pada awalnya film ini terkesan absurb dan dipas-paskan tapi pesannya jelas sekali bahwa kita tak bisa melawan takdir. Kita hanya diberi peringatan dan yang meyakinilah yang akan lebih pasrah menjalaninya.

Tidak seperti film-film hollywood sebelumnya tentang bencana, contohnya Armagedon (1999), Volcano, Dante's Peak dll yang berakhir tentang keperkasaan Amerika dalam menaklukkan alam dan merupakan sebuah kemenangan, di film ini diperlihatkan bagaimana ketidak berdayaan negeri adi daya tersebut.

Kondisi cerita seperti ini tentu akan menimbulkan gejolak berbeda bagi orang yang tidak percaya bahkan menyepelekan Tuhan dibandingkan dengan orang yang percaya. Jadi semuanya tergantung kita bagaimana menyikapi tentang sebuah peristiwa alam.

Kembali ke "selera asal....."
Karena tipe film seperti ini merupakan film favoritku jadi dengan semangat kutulis disini dan tetap jadi renungan dengan mengambil segala sisi positif.
So....inilah awal liburan akhir semesterku yang menyenangkan. Bagi yang belum nonton...apakah Anda tertarik? Dan yang sudah nonton, bagaimana pendapat Anda?
*******$$$$$*******
Judul film: Knowing
Pemain: Nicholas Cage, Rose Byrne, Chandler Canterbury, Lara Robinson, Ben Mendelsohn
Sutradara: Alex Proyas

Lanjut baca ya.......

Jumat, 10 April 2009

Magma, Lava dan Lahar

Magma adalah suatu material yang terbentuk di dalam lapisan kulit bumi (lempeng tektonik) berupa material lumpur yang berpijar pada suhu sangat tinggi (sampai dengan 1000 derajat Celcius). Terjadi akibat adanya gesekan/ tumbukan dua lempeng tektonik, sehingga menghasilkan suhu tinggi dan membentuk dapur magma yang mendorong keatas dan dapat memunculkan adanya gunung api.
Berikut ini adalah gambar proses terbentuknya magma dan gunung api.
Lava adalah magma yang keluar dari perut bumi/ gunung api akibat adanya peningkatan aktifitas vulkanik di dalam gunung api. Lava keluar dapat berupa leleran yang mengalir menuruni lereng gunung hingga tempat yang jauh di lembah, magma bisa juga keluar dan berdiam disekitar puncak gunung api dan membentuk kubah lava (dome) sehingga gunung api tersebut kelihatan lebih tinggi (contoh pada gunung Merapi di Jawa tengah).

Lahar adalah lava yang tercampur dengan air (baik air hujan ataupun lainnya seperti danau di sekitar gunung) sehingga menjadi jenuh dan membentuk aliran yang meluncur dengan kecepatan tinggi menuruni lereng hingga jarak puluhan kilometer. Apabila lava yang tercampur air masih panas atau baru keluar dari dapur magma pasca erupsi maka menghasilkan lahar panas. Sebaliknya apabila lava sudah tertimbun lama dilereng gunung setelah erupsi lalu tercampur air pada musim hujan maka akan menghasilkan aliran lahar dingin. Kedua type lahar di atas mempunyai resiko yang sama besar pada bencana pasca erupsi gunung api yang banyak menimbulkan korban jiwa.





Lanjut baca ya.......

Minggu, 05 April 2009

Selamat Datang di Mega Mall Bencana

Selama 5 hari sejak tanggal 31 Maret sampai 4 April 2009 saya dan teman sekelas di Magister Pengelolaan Bencana Alam UGM plus peserta dari luar mengikuti pelatihan tentang Standard Sistem Management Keadaan Darurat (SSMKD) dimana didalamnya terdapat Sistem Komando Pengendalian Lapangan (SKPL). Sebenarnya sistem ini awalnya adalah dilatihkan untuk personil Polri yang diadobsi dari sistem yang dipakai di Amerika. Lalu dijadikan standart management penanggulangan bencana internasional.

Instruktur dalam pelatihan ini adalah dua orang Amerika dari ICITAP (International Criminal Investigative Training Assistence Program) yang mantan FBI dan dari Polri. Dalam pelatihan disamping penjelasan berbagai modul juga ada beberapa simulasi dalam menghadapi bencana alam di Indonesia. Karena kapasitas kami yang kebanyakan dari PNS dinas Pekerjaan Umum jadi simulasi penanganan bencana diarahkan kepada peran utama PU dan kerja sama dengan polisi, PMK, dinas sosial, LSM dan unsur masyarakat yang lain.

Pada simulasi akhir kami merasakan bagaimana suasana yang dibangun dari simulasi begitu komplek dan dalam kepanikan seolah terjadi bencana betulan, kami dalam struktur organisasi Komando Pengendalian Lapangan (KPL) harus memutuskan strategi penyelamatan korban, evakuasi, keamanan daerah bencana, menyalurkan sumber daya berupa alat berat dll, bahan makanan, membentuk Pos Pangkalan, menghitung jumlah korban, memanage sirkulasi bantuan baik makanan dan medis, memberikan informasi ke publik sekaligus menampung perkembangan terakhir situasi bencana. Dalam tanggung jawab yang begitu besar, tuntutan keputusan dan strategi harus segera dilaksanakan sementara perkembangan kondisi bencana semakin memburuk.

Bisa saja ditengah kami melakukan langkah strategi A, ditengah jalan harus diganti dengan strategi B karena kondisi lapangan telah berubah. Sementara bantuan peralatan dan bahan obat-obatan belum datang karena jalan terputus akibat bencana. Beberapa personil mulai
frustasi tak tahu harus berbuat apa, sementara penyusup bisa saja berdatangan baik dari pihak tak berkepentingan, media maupun masyarakat yang hanya sekedar menonton karena bisa saja mereka menjadi bagian dari korban berikutnya.

Oke...ini hanya simulasi. Karena begitu semua peserta sudah tampak kacau maka simulasi dihentikan. Dan pada sesi berikutnya dilakukan tanya jawab tentang perasaan masing-masing personil selama simulasi. Jawabnya bervariasi, ada yang bingung, stress dan lain-lain.
Kami jadi berpikir, simulasi saja demikian rumit padahal kondisi sesungguhnya dilokasi bencana bisa sepuluh kali lebih komplek.

Dalam salah satu sesi pelatihan, instruktur menjelaskan bahwa di dunia ini yang memiliki resiko bencana alam paling besar adalah Asia, dikatakan sebagai mall nya bencana sedangkan Indonesia adalah mega mall nya bencana. Luar biasa.....!!!

Mengapa bisa begitu ekstrim sebagai mega mallnya bencana?
Dari mata kuliah yang kami ikuti dijelaskan bahwa kepulauan di Indonesia merupakan pertemuan dari tiga lempeng tektonik yang membentuk kerak bumi yaitu lempeng Asia yang diam, lempeng Indo-Australia yang bergerak ke utara dan lempeng Pasifik yang juga bergeser ke utara dan barat laut.

Dari pertemuan tersebut maka terjadi penunjaman lempeng Indo-Australia ke bawah lempeng Asia yaitu sepanjang pantai Samudera Hindia mulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara hingga Maluku. Dan dari penunjaman tersebut maka timbullah gesekan lempeng. Reaksi gesekan tersebut adalah terjadinya gempa tektonik dan pembentukan magma dibawah kerak bumi yang menimbulkan munculnya banyak gunung api disepanjang pulau-pulau tersebut.

Ya...begitulah, ini hanya sekelumit peristiwa global yang perlu kita sadari disamping masih banyak gejala-gejala alam lain yang sangat mungkin menimbulkan bencana, yaitu akibat ulah manusia yang selalu berbuat kerusakan dan tak pernah akur dengan alam.

Kalau gempa tektonik dan gunung meletus murni karena gejala alam maka akibat ulah manusia maka terjadilah longsor, banjir, kebakaran hutan, kebakaran perkampungan/pasar, pengeboman, keruntuhan gedung/bendungan dan masih banyak lagi.

Selama peristiwa-peristiwa diatas tidak menimbulkan korban jiwa dan kerugian material maka dianggap sebagai fenomena alam jika sebaliknya maka itulah bencana yang sesungguhnya.
#########

Keterangan gambar:
Gambar 1: para instruktur dan penerjemah pada sesi tanya jawab setelah simulasi akhir
Gambar 2: titik-titik gempa tektonik didunia, disitu terlihat lokasi gempa merupakan batas lempeng tektonik dan Indonesia berada di titik pertemuan tiga lempeng tektonik (sumber: Mac Graw-Hill Companies Inc - bahan kuliah MPBA)

Lanjut baca ya.......

Minggu, 29 Maret 2009

Kebangkitan Pinatubo





gambar diambil dari sini

Pada awal April 1991 Gunung Pinatubo di Pulau Luzon menunjukkan tanda-tanda segera meletus setelah lebih dari 500 tahun tidur, di Filipina. Pada tanggal 12 Juni 1991 (Hari Kemerdekaan Filipina), mulai terjadi letusan yang terputus-putus dan pada tanggal 15 Juni 1991, terjadi letusan dahsyat.
Bencana yang dibawa oleh letusan Gunung Pinatubo diasumsikan memiliki sifat yang unik sebagai berikut:

Kerusakan meluas yang berdampak pada masyarakat dan ekonomi

Kerusakan akibat lahar dan ancaman banjir

Kerusakan endemik jenis flora dan fauna mengakibakan perubahan dari lanskap dan tata guna lahan

Kerusakan berdampak pada lingkungan global.

Luasnya kerusakan dan dampak sosial-ekonomi letusan Gunung Pinatubo dan akibat pasca bencana, khususnya lahar selama musim hujan, tidak hanya merenggut banyak kehidupan tetapi juga kerusakan infrastruktur dan aktivitas ekonomi di Central Luzon. Total nilai kerusakan infrastruktur dan lingkungan minimal P10.1 miliar (US $ 374 juta) pada tahun 1991, dan P1.9 miliar (US $ 69 juta) pada tahun 1992. Selain itu, diperkirakan P454 juta (US $ 17 juta) dari bisnis pada tahun 1991, dan P37 juta (US $ 1,4 juta) pada tahun 1992.

Lahar terus mengancam nyawa dan harta benda di berbagai kota di propinsi Tarlac, Pampanga, dan Zambales. Kehancuran bertambah dengan ancaman lahar dan abu jatuh, yang telah mengganggu pusat perekonomian Luzon, perlambatan daerah dari momentum pertumbuhan dan mengubah kunci dan prioritas kegiatan pembangunan. Sumber utama telah dialihkan untuk bantuan kemanusiaan, pemulihan, dan pencegahan kerusakan lebih lanjut.

Biaya untuk evakuasi pengungsi, termasuk pembangunan kamp pengungsian dan pusat relokasi, sedikitnya P2.5 miliar (US $ 93 juta) pada 1991-1992, dan P4.2 miliar (US $ 154 juta) telah dikeluarkan selama periode yang sama pada pembuatan tanggul dan bendungan untuk mengendalikan lahar. Pada jangka panjang dan dampak bencana yang sangat besar bahwa masyarakat harus memikirkan pembebasan dan pemulihan.


Daerah dan masyarakat yang terkena dampak

Selama letusan 15 Juni 1991, hujan abu telah menyebabkan kerusakan yang luas di propinsi bersebelahan dengan Gunung Pinatubo, seperti halaman dan atap rumah, bangunan dan fasilitas umum runtuh. Provinsi ini meliputi Zambales, Tarlac, dan Pampanga.

Kantor regional Departemen Kesejahteraan Sosial dan Pembangunan (DSWD) telah melaporkan total 657 orang mati, 184 terluka dan 23 hilang pada 29 September 1991. Korban yang sebagian besar akibat keruntuhan bangunan, korban akibat banjir, dan penyakit di pusat pengungsian. Provinsi Zambales dan Pampanga menyumbang sebagian besar korban.

Selain itu, dari Juni 1991 hingga November 1992, rata-rata kehilangan mata pencaharian, rumah atau keduanya yang sebagian atau seluruhnya kehilangan barang di 364 desa. Pada sensus 1990, sekitar 329.000 keluarga (2,1 juta orang) atau sepertiga dari penduduk wilayah ini tinggal di desa-desa.


Dampak letusan Gunung Pinatubo diantaranya:

1. Dampak terhadap sumber daya alam

Letusan besar-besaran telah menyebabkan kerusakan sumber daya alam. Yang terkubur hujan abu seluas 18.000 hektar lahan hutan dengan ketebalan 25 sentimeter. Rangkaian hujan lebat yang mengikuti letusan telah memaksa lahars mengalir ke bawah menuju 8.968 hektar dataran rendah. Sedikitnya delapan sungai utama telah tersendat oleh lahar, yaitu Balin-Baquero Bacao, Santo Tomas, Gumain, Porac, Pasig-Potrero, Abacan, Bamban dan Tarlac Rivers.


2. Dampak pada pertanian

Lahan daerah pertanian yang sangat terpengaruh oleh hujan abu mencapai 96.200 hektar. Merusak tanaman, peternakan dan perikanan yang bernilai P 1.4 miliar. Pada 17 November 1992, kerusakan dari banjir, dan genangan dilaporkan menjadi P 1.4 miliar, dengan tanaman pangan dan perikanan sebagai paling terpengaruh.


3. Dampak terhadap industri dan perdagangan

Perdagangan dan sektor industri juga sangat terpengaruh, terutama manufaktur dan ekspor sub-sektor, yang mempengaruhi 599 perusahaan dengan total aset P851 juta. Kerugian awal produksi yang dilaporkan adalah 45% dari potensi penjualan untuk tahun 1991 yaitu P454 juta, sedangkan modal investasi dari 306 perusahaan yang disurvei total P425 juta. Kerugian terberat di sub-sektor manufaktur adalah industri furnitur dengan total P156.5 juta dengan perkiraan kerusakan 108 perusahaan terpengaruh.


4. Dampak terhadap pelayanan social

Bidang Kesehatan. Angka penyebaran penyakit dan kematian meningkat di pusat-pusat evakuasi. Serangan awal adalah penyakit infeksi pernapasan akut (ARI), diare, dan campak (Departemen Kesehatan, unpublished data, 1991). Dengan angka kematian (Aeta dan dataran rendah sekitarnya) adalah 7 per 10.000 per bulan selama 1991, khusus Aetas pada tahun 1991 mencapai sebesar 26 per 10.000 per minggu, dan rata-rata 16 per 10.000 per minggu (Departemen Kesehatan, 1992), dan Aeta tertinggi terutama di kalangan anak-anak.


Bidang Kesejahteraan sosial. Dengan ancaman yang terus menerus dibutuhkan adanya bantuan berupa makanan,pakaian, tempat berteduh, dan bantuan lainnya. Pada 28 Oktober 1993, sekitar 1.309.000 orang sedang bertugas di luar pusat-pusat evakuasi. Pada tanggal yang sama, 159 pusat evakuasi sedang dikelola oleh Dinas Kesejahteraan Sosial dan Pembangunan (DSWD) di seluruh Wilayah III, beberapa perumahan 11.455 keluarga atau 54.880 orang dan memberikan bantuan makanan-untuk-kerja atau tunai-untuk-kerja.


Bidang Pendidikan. Sekitar 700 bangunan sekolah dengan 4.700 ruang kelas hancur memaksa untuk memindahkan sekitar 236.700 siswa dan 7009 guru. Kerusakan gedung sekolah diperkirakan P 747 juta per Agustus 1991 jumlah yang terus bertambah akibat aktifitas lahar. Kerusakan ringan berupa bahan, perabot, peralatan, dan perlengkapan sekolah lainnya diperkirakan di P93 juta peso (Departemen Pendidikan, Budaya, dan Olahraga, unpublished data, 1991).


5. Dampak terhadap infrastruktur publik

Dalam laporan penilaian kerusakan pada 23 Agustus 1991, Departemen Pekerjaan Umum dan Jalan Raya (DPWH) Kantor Regional III diperkirakan kerusakan sejumlah infrastruktur publik senilai P3.8 miliar. Tambahan kerusakan minimal 1 miliar peso terhadap jalan-jalan dan jembatan diakibatkan oleh lahar pada tahun 1992 (Dewan Koordinasi Bencana Nasional, 1992).


6. Dampak keseluruhan

Secara keseluruhan, kerusakan dan kerugian produksi akibat dari letusan dan lahar adalah sekitar P10.5 miliar pada tahun 1991 dan P1.9 miliar pada tahun 1992. Nilai-nilai ini hanya mencakup kerusakan dan kerugian yang dapat dihitung. Kerugian lain tidak disertakan dalam perkiraan ini, termasuk kehidupan manusia, sosial masyarakat, anak-anak sekolah, dan aspek sosial lainnya.


Pengelolaan Bencana Alam oleh Pemerintah Filipina

1. Perundang-undangan, Kebijakan dan Organisasi

Pijakan Pemerintah Filipina dalam pengelolaan bencana alam terkait dengan letusan Gunung Pinatubo, 26 Juni 1991, Presiden Corazon Aquino C., melalui Memorandum Order No. 369, telah menciptakan Gugus Tugas Kepresidenan dalam Rehabilitasi di Wilayah-wilayah yang terpengaruh oleh letusan Gunung Pinatubo atau Gugus Tugas Gunung Pinatubo. Lalu diganti oleh Komisi Bantuan Pemukiman dan Pembangunan Gunung Pinatubo.

Secara khusus, Komisi ini bertugas untuk :

- menyediakan dana tambahan untuk bantuan segera korban,

- membangun kembali pusat pemukiman dan bekas rumah,

- menyediakan mata pencaharian dan lapangan kerja,

- memperbaiki, membangun kembali atau mengganti prasarana yang rusak atau hancur,

- membangun fasilitas infrastruktur baru yang dibutuhkan oleh para korban.

Dalam melaksanakan tugas ini, Komisi, melalui instansi pemerintah yang sesuai, melaksanakan proyek-proyek dan kegiatan yang dapat dibagi dalam empat wilayah besar program :

- Pembangunan pemukiman kembali,

- Penciptaan mata pencaharian,

- Pembangunan pelayanan sosial

- Pembangunan infrastruktur.

Presiden Ramos memperpanjang masa kerja Komisi sampai Desember 2000 melalui Instruksi Presiden 1201, tanggal 19 Maret 1998.

Sebelum Komisi berakhir, Presiden Joseph E Estrada mengalihkan kedudukan ketua kepada departemen Manajemen dan Anggaran (DBM) dan mengarahkan persiapan dari bergulirnya program (Executive Order No 269 yang dikeluarkan pada tanggal 19 Juli 2000). Setelah menjabat pada tahun 2001, Presiden Gloria Macapagal-Arroyo mengeluarkan serangkaian arahan untuk menjamin kontinuitas, integrasi dan kesinambungan pekerjaan Komisi. Executive Order No 4, yang dikeluarkan pada 5 Maret 2001, dibuat badan ad hoc untuk melengkapi penyelesaian atas kegiatan Komisi. Executive Order No 5, yang dikeluarkan pada 5 Maret 2001, mengalihkan administrasi pemukiman kembali masyarakat Pinatubo dataran tinggi dari Komisi ke unit kerja pemerintah daerah yang bersangkutan. Executive Order No 6, yang dikeluarkan pada tanggal 20 Maret 2001, mengalihkan 14 pemukiman kembali Pinatubo dataran rendah yang ada di bawah pengawasan dari Dewan Koordinasi Perumahan dan Pembangunan Perkotaan (HUDCC). Selain itu, juga dibuat di bawah Dewan tersebut yaitu Kantor Manajemen Proyek Pinatubo (PPMO) untuk mengelola daerah pemukiman kembali tersebut.

2. Respon terhadap Bencana

a. Peringatan Dini dan Evakuasi :

Penduduk yang tinggal di dataran tinggi sekitar 20.000 orang telah aman diungsikan sebelum letusan. Penduduk yang tinggal di dataran rendah juga mengikuti peringatan dini dan mengungsi ke tempat yang lebih aman dari gunung berapi. Selain itu, lebih dari 15.000 pekerja Amerika dan keluarganya mereka telah diungsikan dari Markas Udara Clark sebelum ledakan.

b. Tanggap Darurat

Departemen Kesehatan memimpin dalam penyediaan perawatan medis dan pelayanan kesehatan masyarakat di pusat-pusat evakuasi, termasuk pengawasan penyakit. Anjuran Kesehatan juga dikeluarkan dan disiarkan ke masyarakat untuk memberi panduan dalam menghadapi hujan abu yang merupakan bahaya kesehatan karena partikel volkanis yang halus dapat menyebabkan sakit mata atau memicu asma


3. Perencanaan Pembangunan

Perencanaan pembangunan dan kebijakan pemerintah sebagai tindak lanjut penanganan bencana letusan Gunung Pinatubo antara lain dengan melakukan beberapa program jangka panjang.


a. Transmigrasi

Menampung penduduk yang kehilangan tempat tinggal atau terkena dampak dan dianggap tidak aman untuk tempat tinggal. Terdapat dua sasaran penerima bantuan untuk kembali di daerah dataran tinggi dan para pengungsi dari dataran rendah. Untuk dua kelompok yang berbeda perlu mempertimbangkan variasi dalam orientasi sosial-budaya dan kegiatan sosial-ekonomi dari sukunya.


b. Mata Pencaharian

Pemerintah harus memberikan perhatian segera dan jangka panjang, membuka kesempatan untuk mata pencaharian bagi pengungsi dan petani pekerja. Banyak lahan pertanian sudah tidak cocok untuk bercocok tanam dan menyebabkan gangguan produksi dari industri berbasis pertanian. Penutupan pangkalan Clark menjadikan kebutuhan jangka pendek dan peluang mata pencaharian alternatif harus segera disiapkan.


c. Pelayanan Sosial

Bencana alam telah memberikan tekanan pada sektor jasa sosial untuk terus memberikan pelayanan sosial dalam hal kesehatan, kesejahteraan sosial dan pendidikan. Kesehatan mental dan pelayanan sosial harus diperluas untuk korban di dalam dan di luar pusat-pusat evakuasi. Pembukaan kelas dan perpanjangan jadwal sekolah harus dipertimbangkan oleh pemerintah pada saat yang sama, juga memberikan bantuan layanan evakuasi ke dalam fasilitas sekolah. Pelayanan sosial harus diperluas di daerah-daerah transmigrasi.


d. Infrastruktur

Letusan menyebabkan kerusakan besar-besaran ke seluruh infrastruktur, jalan dan jembatan, bangunan fasilitas umum, komunikasi, utilitas, bangunan sungai dan banjir.


e. Pengelolaan tanah dan lingkungan hidup.

Akibat letusan, terutama lahar, terus memusnahkan lahan pertanian, hutan, tegalan dan badan air, hal ini telah menyebabkan kerusakan pada sistem sungai dan lingkungan secara keseluruhan di wilayah ini.


f. Sains dan Teknologi.

Kebutuhan untuk melakukan kajian ilmiah dan studi terkait merumuskan kebijakan serta merupakan bukti kepedulian dan tantangan untuk ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembangunan alternatif yang menggunakan abu jatuh untuk komersial atau industri yang penting bagi pemerintah dan swasta.

4. Meningkatkan kerjasama dan koordinasi melalui bantuan internasional

Bantuan internasional untuk pemulihan dan rehabilitasi akibat bencana memerlukan kerjasama dan koordinasi. Bencana-bencana di suatu negara harus memiliki akses ke setiap lembaga bantuan internasional, atau paling tidak, untuk badan informasi tentang penanganan bantuan terbaik guna pemulihan dan rehabilitasi. Akses ini dapat dibentuk dan diwujudkan jika ada mekanisme yang efisien dan efektif untuk berbagi informasi dan koordinasi atau memfasilitasi bantuan internasional.

Pada awal pemulihan dan rehabilitasi perlu pembentukan organisasi yang benar-benar efisien dan efektif. Koordinasi badan atau organisasi di tingkat internasional hanya dapat dicapai melalui proses konsultasi dan pembangunan konsensus (terutama pada prosedur dan protokol) di antara para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah (pengambil keputusan), lembaga donor, organisasi-organisasi internasional, dan organisasi non pemerintah.

(Resume of: Emmanuel M. de Guzman Consultant (Philippines)

Links: park.org,vulcan.wr.usgs.gov



Lanjut baca ya.......